Mungkin kita sudah pernah membaca kisah inspiratif barang antik baik cerita versi guci kuno atau arloji klasik. Awalnya ditawarkan kepada tetangganya yang orang biasa maka harganya murah, tapi kemudian saat ditawarkan kepada toko perkakas antik maka harganya menjadi naik, dan berikutnya ketika ditawarkan kepada kolektor benda kuno maka menjadi bernilai fantastis. Walaupun bisa jadi cerita tersebut fiktif, tapi yang menjadi poinnya adalah pesan terakhirnya.
Pesan dari kisah tersebut sebagaimana riwayat yang masyhur adalah:
“Kamu hanya akan dihargai dengan benar ketika kamu berada di lingkungan yang tepat. Oleh karena itu, jangan pernah kamu tinggal di tempat yang salah, lalu marah karena tidak ada yang menghargaimu. Mereka yang mengetahui nilai kamu itulah yang akan selalu menghargaimu.”
Di lain sisi, mari kita renungkan pernyataan berikut:
Sebagai seorang muslim, harga diri yang sebenarnya adalah di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, bukan pengakuan atau penghargaan dari manusia sebagai makhluk.
Maka cara berpikir seorang muslim adalah bagaimana cara memberikan manfaat sebesar-besarnya, sebagaimana dalam hadits bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak kontribusi manfaat yang diberikan kepada manusia.
Tentu saja walaupun tidak ada makhluk yang menghargai dan mengakui jasanya. Karenanya dikatakan bahwa: Carilah Tempat Dimana Kamu Berguna Bukan Dihargai.
Baiklah…
Kembali kepada pesan cerita yang pertama, apakah pesan tersebut salah?
Jawabannya tergantung pada maksud dan kondisi, jika maksud dari penghargaan adalah berkonsekuensi bisa memberikan manfaat lebih banyak, karena mendapat ruang dan kesempatan, maka mencari tempat dihargai dengan kondisi dan makna semacam itu tidak ada salahnya.
Yang salah adalah jika seorang muslim menjadikan penghargaan manusia sebagai tujuan utama dalam beramal.
Walaupun tentu saja lebih baik jika ada yang siap berjuang mengubah situasi dan lingkungan dari yang buruk menjadi baik.
Misalnya ada beberapa ahli ilmu berada di suatu tempat yang masyarakatnya tidak menghormati ilmu, jika mereka merasa salah tempat sehingga semua ahli ilmu tadi pergi mencari tempat lain yang masyarakatnya menghormati ilmu, maka siapakah yang bisa diharapkan memperbaiki tempat pertama tadi? Perlu juga dibedakan dalam menyikapi tempat yang tidak menghargai ilmu tadi, antara karena sebab kejahilan atau karena pembangkangan atau sebab lainnya.
Kesimpulannya, intinya bukan masalah dihargai atau dibutuhkan. Tetapi kuncinya adalah pada memaksimalkan beramal kebaikan, memberi manfaat, dan berkontribusi positif.
Fida’ Munadzir Abdul Lathif