Prasangka baik terhadap Allah adalah sebuah amalan hati yang sangat mulia.
Ia adalah sebuah keyakinan apa yang pantas terhadap Allah Taala baik dari Nama, sifat maupun perbuatan Allah Taala. Dan juga keyakinan bahwa yang terkandung di dalamnya memiliki dampak yang begitu mulia.
Seperti keyakinan bahwa Allah mengasihi hamba hambanya yang berhak mendapat Rahmat,
Dan Allah memaafkan jikalau hamba tersebut bertobat dan kembali kepada-Nya.
Dan Allah menerima amal ketaatan mereka serta seluruh ibadah mereka.
Termasuk juga keyakinan bahwa Allah memiliki hikmah yang besar dibalik apa yang Ia takdirkan.
Siapa saja yang beranggapan bahwa husnuzan itu tidak memerlukan amal, maka ia telah salah.
Seandainya ada seseorang yang punya tanah, ia berharap dari tanah tersebut muncul ala yang ia inginkan dari buah-buahan ataupun apa yang bermanfaat baginya, kemudian ia tidak mengurus tanah tersebut, tidak pula ia tanamkan apa-apa,
Kemudian orang ini berprasangka baik bahwa tanah tersebut akan menghasilkan seperti apa yang dihasilkan dari tanah yang diurus dan juga ditanami, maka orang-orang akan menganggap bahwa orang ini adalah orang yang paling bodoh.
Begitu juga halnya pada husnuzan terhadap Allah taala.
Tidak akan tercapai bentuk husnuzan terhadap Allah dengan cara meninggalkan kewajiban atau dengan cara melakukan maksiat.
Siapa saja yang beranggapan demikian, maka ia telah tertipu dan merasa aman dari makar Allah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
وقد تبين الفرق بين حسن الظن والغرور.
Telah jelas sekali perbedaan antara berprasangka baik dan tertipu.
وإنّ حسن الظن إن حمل على العمل وحث عليه وساعده وساق إليه فهو صحيح.
Prasangka baik, kalau mendorong seseorang kepada amalan maka itu benar.
وإن دعا إلى البطالة والانهماك في المعاصي فهو غرور. (الجواب الكافي ١/٣٨)
Jika prasangka itu justru malah menjerumuskan kepada kemaksiatan, maka itulah tipuan. (Al Jawab Al Kahfi 1/38)
Pada asalnya, seorang muslim itu harus selalu berprasangka baik kepada Rabb-nya.
Akan tampak kejujuran seseorang dalam berprasangka baik di dalam 2 keadaan :
Yang pertama saat ia melakukan ketaatan.
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Taala berfirman :
أنا عند ظن عبدي بي
Aku selalu berada di Prasangka hambaku terhadapku.
وأنا معه اذا ذكرني
Dan aku selalu bersama mereka ketika mereka mengingatku.
فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي.
Jika mereka mengingatku dalam diri mereka, aku akan mengingat mereka dalam diriku.
وإن ذكرني في ملإ ذكرته في ملأ خير منهم.
Jika mereka mengingatku di tengah keramaian, aku akan ingat mereka di keramaian yang lebih baik dari mereka.
وإن تقرب إلي بشبر تقربتُ إليه ذراعا.
Jika ia mendekat kepadaku satu jengkal, aku akan mendekat kepadanya satu hasta.
وإن تقرب إلي ذراعا. تقربت إليه باعا
Apabila mereka mendekat kepadaku satu hasta, aku akan mendekat kepada mereka satu depa.
وإن آتاني يمشي آتيته هرولة. (متفق عليه)
Apabila mereka mendatangiku dengan berjalan, aku akan mendatangi mereka dengan berlari. (Muttafaqun alaihi)
ومن تأمل هذا الموضع حق التأمل على أن حسن الظن بالله هو حسن العمل نفسه. (الجواب الكافي ١/٢٧)
Siapa saja yang memperhatikan situasi ini dengan sebenar benarnya, maka ia akan dapati bahwa prasangka baik kepada Allah itu adalah beramal ketaatan dengan cara terbaik. (AL Jawab Al Kahfi 1/27)
Adapun keadaan kedua yang menampakkan kejujuran seorang muslim dalam berhusnuzan kepada Allah, adalah :
Ketika ditimpa musibah dan di ambang kematian.
Dari Jabir Radhiyallahu Anhu beliau berkata,
سمعت النبي صلى الله عليه وسلم قبل وفاته بثلاث يقول :
Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata tiga hari sebelum wafatnya,
لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن بالله الظن. (رواه مسلم ٢٨٧٧)
“Janganlah salah seorang kalian wafat kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah”. ( HR. Muslim no. 2877)